Sabtu, 17 Mei 2008

Diskriminasi SKW

Entah apa yang membuat pengurusan sertifikat di BPN menjadi lama dan berbelit-belit. BPN tidak pernah transparan untuk mengungkap permasalahannya kepada masyarakat maupun rekan kerjanya, Notaris dan PPAT. Bahkan, sebagai instansi satu-satunya yang mengurus pertanahan mereka terkesan arogan menggunakan kewenangan serta membuat kebijakan-kebijakan yang semakin mempersulit masyarakat.

Misalnya, BPN masih diskriminasi di dalam pengurusan balik nama tanah yang berasal dari warisan, yakni dengan masih mengolong-golongkan pemohon dengan membeda-bedakan persyaratan dokumen berupa Surat Keterangan Waris (SKW) yang harus dipenuhi bagi orang pribumi, non pribumi (Tiong Hoa) dan keturunan Arab.

BPN mengharuskan SKW bagi masyarakat pribumi untuk dibuat di bawah tangan dan diketahui Kantor Kelurahan dan Kecamatan, kemudian SKW non pribumi (Tiong Hoa) dibuat oleh Notaris, sedangkan warga Indonesia keturunan Arab dibuat oleh Kantor Balai Harta Peninggalan.

Hal ini tentunya bertentangan prinsip Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Di dalam Pasal 3 ayat 3 disebutkan bahwa, Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi. Kemudian, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Kewarganegaraan Indonesia. Di dalam Pasal 2 Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa, Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa-bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai Warga Negara. Dari pasal UU Kewarganegaran tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Undang-Undang kita tidak mengenal penggolongan penduduk, melainkan yang ada adalah satu, yakni Warga Negara Indonesia (WNI).

Sebaliknya dengan adanya diskriminasi tersebut berarti BPN masih menggunakan peraturan zaman Belanda Pasal 131 ayat 2 dan 163 ayat 1 IS (Indische Staatsregeling) yang membagi rakyat Indonesia menjadi tiga golongan, yakni Golongan Eropa, Golongan Bumiputera dan Golongan Timur Asing. Padahal asal-muasal pasal 131 ayat 2 dan 163 ayat 1 IS adalah untuk memecah belah bangsa Indonesia, dengan membeda-bedakan status sosial.

Sudah saatnya permasalahan ini sikapi secara bijak, yakni pengurusan SKW cukup ditangani oleh satu lembaga atau pejabat saja. Misalnya, Notaris. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Dengan begitu, pengolong-golongan yang berujung diskriminasi dapat dihilangkan

Tidak ada komentar:

Google
 
Web www.notariatwatch.tk