Kamis, 23 Oktober 2008

Notaris atau Makelar?

Seorang klien tiba-tiba datang ke sebuah Kantor Notaris Senior di Kawasan Surabaya Timur, klien tersebut marah-marah kepada A, salah seorang pegawai Kantor Notaris. Klien tersebut marah, karena merasa belum mendapatkan dokumen Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang diuruskan melalui Kantor Notaris tersebut empat tahun yang lalu. ’’Haa.. empat tahun yang lalu?’’ Si A kaget dan bingung, karena merasa sudah memberikan dokumen tersebut. Si A pun mencoba mencari bukti tanda terima ditumpukan ratusan dokumen akta ditempat penyimpanan notaris. Meski, akhirnya bukti tersebut ditemukan, Si A merasa strees berat.’’Bayangkan mencari satu lembar kertas diantara ratusan tumpukan dokumen! Ibarat mencari jarum ditumpukan jerami,’’ katanya sedikit kesal.

Pengalaman Si A di atas adalah sebuah konsekuensi yang harus diterima bagi notaris yang ‘nyambi’ memberikan jasa atau menajadi makelar kepengurusan dokumen-dokumen perizinan. Diantaranya, PBB, IMB (Izin Mendirikan Bangunan), TDP (Tanda Daftar Perusahaan), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan lainnya.

Tapi, sebenarnya bukan itu yang menjadi permasalahan utamanya. Permasalahannya adalah, Adakah pengaruh praktek tersebut terhadap notaris, klien maupun orang yang berkenaan dengan praktek tersebut, seperti pegawai-pegawai instansi.

Bagi Notaris

Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) menyebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang ini. Pasal tersebut menunjukan bahwa tugas utama dari Notaris adalah membuat akta otentik. Sedangkan, kewenangan lainnya, menurut Pasal 15 UU No. 30 Tahun 2004 adalah legalisasi, pembukuan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar pada buku khusus, membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan, melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya (legalisir), membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, dan akta risalah lelang. Kemudian, dalam Pasal 17 UUJN, notaris dilarang menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya, meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah, merangkap sebagai pegawai negeri, merangkap jabatan sebagai pejabat negara, merangkap sebagai advokat, merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta, merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan Notaris, menjadi notaris pengganti, melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

Pasal-pasal UUJN di atas menunjukan bahwa, tidak ada larangan bagi para notaris untuk memberikan pelayanan jasa pengurusan dokumen kepada klien selama tidak menganggu tugas-tugas utama seorang notaris serta bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan notaris.

Karena itu, ditengah menjamurnya notaris di kota-kota besar, banyak notaris yang menggunakan kesempatan itu untuk ber-entrepreneur dengan menjadi pemberi jasa kepengurusan dokumen, apalagi keuntungan yang diraup lebih tinggi daripada honor membuat akta.

Hal ini dapat mengakibatkan notaris tidak fokus di dalam menjalankan tugas utamanya membuat akta atau menemukan terobosan-terobosan hukum yang berkenaan dengan perkembangan dunia kenotariatan, tapi malah berkutat pada pengurusan sertifikat atau izin dokumen-dokumen.

Selain itu, tak jarang notaris memberikan janji-janji manis dengan menjanjikan pengurusan dokumen dengan cepat, tapi tentunya dengan biaya yang lebih tinggi. Biaya yang lebih tinggi bukan hanya diperuntukan untuk jasa kepengurusan, tapi juga membayar ‘orang dalam’ atau oknum instansi yang berkenaan dengan dokumen tersebut agar mendahulukan penyelesaian dokumen milik kliennya.

Patutkah perbuatan yang dilakukan Notaris tersebut? Perbuatan tersebut tidak patut dilakukan oleh Notaris, karena melanggar Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Perbuatan tersebut kita memberikan hadiah (gratifikasi) terhadap pejabat, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang tersebut bahwa, Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150 juta. Selain itu, Notaris tersebut juga melanggar Pasal 17 huruf I UUJN, karena telah melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan notaris.

Bagi Klien

Kinerja dari notaris sedikit banyak dipengaruhi oleh sifat Klien. Diantaranya, sifat malas. Mengapa saya mengatakan seperti itu? Karena banyak klien yang terlalu menggantungkan pada notaris di dalam pengurusan dokumen izin, mereka malas untuk meluangkan waktunya untuk mencari informasi tentang pengurusan dokumen, padahal hal tersebut sebetulnya bisa dilakukan sendiri. Seperti halnya, pengurusan maka, jangan heran jika sebagian masyarakat ada yang mengira notaris adalah tempat untuk mengurus KTP (Kartu Tanda Penduduk) atau akta kelahiran.

Sebenarnya banyak keuntungan yang diperoleh bagi klien, jika klien tersebut mengurus dokumen sendiri, keuntungan pertama adalah, klien dapat belajar banyak mengenai prosedur serta syarat-syarat serta biaya pengurusan dokumen, sehingga pengurusan lebih cepat dan hemat biaya.

Kebanyakan klien memilih menggunakan biro jasa, karena mereka tidak mau menghadapi birokasi yang berbelit-belit serta memakan banyak waktu, akan tetapi jangan salah, karena dewasa ini banyak instansi pelayanan publik yang berbenah dengan memberikan pelayanan yang cepat, akurat dan transparan. Misalnya, Kantor Pajak, untuk pembayaran SSP (Surat Setoran Pajak), Surat Setoran BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan) dapat dilakukan secara online pada Bank yang ditunjuk. Sedangkan, pembuatan NPWP dapat dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan wilayah wajib pajak. Kemudian, Kantor Pelayanan Satu Atap (KPSA) pemerintah kota/kabupaten, yang diperuntukan pengurusan dokumen-dokumen, diantaranya, PBB dan IMB (Izin Mendirikan Bangunan), dengan KPSA, masyarakat tidak perlu bersusah-susah datang ke dinas terkait, tapi cukup ke KPSA. Begitu juga dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN), beberapa Kantor Pertanahan di daerah Kabupaten/Kota mulai berbenah dengan menciptakan inovasi-inovasi pelayanan publik kepada masyarakat, diantaranya program Larasita ini diadopsi dari sistem Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar yang sudah menerapkan teknologi informasi Mobile Government (M.Gov). Dengan program M. Gov, Pemkab Karanganyar menyediakan kendaraan roda empat berisi perangkat keliling berbasis teknologi informasi. Mobil keliling tersebut melakukan jemput bola mengunjungi masyarakat yang membutuhkan pelayanan pertanahan. Kelebihan dari program ini adalah petugas kantor pertanahan dapat menjangkau setiap kecamatan, terutama pada desa-desa yang jauh dari kantor pertanahan. kemudian Kantor Pertanahan Klaten yang menerapkan program pelayanan berupa ‘Kios K’, perangkat teknologi komputer yang menyajikan informasi mengenai loket, produk pertanahan, jenis dan syarat permohonan, info data pendaftaran tanah, pengecekan berkas permohonan, fasilitas PPAT dan lainnya. Selain itu, Kantor Pertanahan Klaten juga menyediakan pelayanan via telepon melalui Call Center BPN dan Hallo BPN serta SMS. Penyajian teknologi oleh Kantor Pertanahan Klaten berbasis System Land Office Computerize.

Keuntungan kedua adalah kita dapat membantu pemerintah di dalam pemberantasan korupsi, karena biaya-biaya siluman yang diberikan oleh biro jasa kepada oknum instansi agar pengurusan lebih cepat dapat berkurang.
Google
 
Web www.notariatwatch.tk