Rabu, 18 Agustus 2010

Legalisir yang Salah Kaprah

’’Dua investor di bidang jasa kepelabuhanan telah bersepakat untuk menjalin kerjasama yang saling menguntungkan. Mereka menuangkan kesepakatan tersebut di dalam perjanjian di bawah tangan (tidak notariil). Usai penandatanganan, salah seorang investor memerintah anak buahnya untuk dilegalisir di Notaris untuk dicatatkan’’

Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa masih lemahnya pemahaman masyarakat akan arti dari legalisir, karena pengertian dari legalisir sesuai Pasal 15 ayat (2) huruf (d) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN), adalah berkaitan dengan kewenangan dari Notaris untuk melakukan pengesahan kecocokan foto copi dengan surat aslinya. Sedangkan, maksud dari investor tersebut lebih tepatnya adalah waarmerken atau mencatatkan perjanjian di bawah tangan di buku khusus Notaris. Disamping notaris, instansi yang bewenang juga dapat mengeluarkan legalisir. Misalnya, kepala sekolah atau dekan yang melegalisir fotocopy ijasah para murid atau mahasiswanya, atau catatan sipil yang melegalisir fotocopy akta kelahiran.

Selain itu, masyarakat seringkali menyamakan arti legalisir dengan legalisasi. Padahal sebetulnya berbeda. Di dalam dunia kenotariatan pengertian legalisasi diatur dalam Pasal 15 ayat 2 UU JN yang berarti mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. Artinya, di dalam pembuatan perjanjian di bawah tangan, para pihak melakukan penandatangan perjanjian di bawah tangan dihadapan notaris sehingga notaris dapat mengesahkan tanda tangan dan tanggal penandatangan.

Implikasi Hukum Waarmerken, Legalisir dan Legalisasi

Warmeken menurut Tan Thong Kie dalam bukunya Studi Notariat, Serba-Serbi Praktek Notaris, menyebutkan Waarmerken atau verklaring van visum adalah memberikan tanggal pasti (date certain), yaitu suatu keterangan bahwa notaris telah melihat (gezien) akta di bawah tangan itu pada hari itu. Artinya pada tanggal tersebut notaris benar-benar melihat akta tersebut ada dan mencatatnya pada buku khusus (bukan tanggal ditandatangani akta di bawah tangan). Implikasi hukum Waarmeken terhadap notaris tidak besar karena notaris hanya mencatat tanggal pasti notaris tersebut melihat akta di bawah tangan tersebut. Hal ini berbeda dengan legalisasi. Kendati notaris tidak ikut membuat akta di bawah tangan, namun memiliki tanggung jawab yang cukup besar, karena di dalam legalisasi notaris harus mengenal orang yang membubuhkan tandatangannya; menjelaskan isi akta itu (voorhouden) kepada orangnya (para pihak); dan para pihak membubuhkan tanda tangannya di hadapan notaris. Artinya, notaris benar-benar melihat, menjelaskan akta di bawah tangan dan ikut menyaksikan penandatangan.

Sementara itu legalisir meski hanya mencocokan antara copy dengan asli, justru memiliki implikasi yang jauh lebih besar karena maraknya dokumen-dokumen palsu, seperti ijasah palsu. Hal ini bisa aja terjadi karena notaris tidak memiliki kewajiban untuk memeriksa keaslian dari dokumen. Misalnya, dengan melakukan komunikasi dengan instansi yang menerbitkan dokumen tersebut. Jadi berhati-hatilah!

Tidak ada komentar:

Google
 
Web www.notariatwatch.tk