Selasa, 16 Februari 2010

Badan Hukum Pendidikan, Peluang Baru Bagi Notaris


Pemerintah telah mengundangkan peraturan mengenai Badan Hukum Pendidikan (BHP), yakni Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009. Undang-undang ini sempat menjadi polemik, karena identik dengan privatisasi dan komersialisasi pendidikan, karena pemerintah tidak lagi turut campur dalam pengelolaan pendidikan (khususnya, sekolah dan/atau perguruan tinggi negeri), sehingga sekolah dan/atau perguruan tinggi negeri tersebut harus mencari uang sendiri dengan cara membebankan biaya operasional pendidikan kepada mahasiswanya guna memenuhi kebutuhan operasional sekolah dan/atau perguruan tinggi. Pengelolaan yang dahulu berbentuk Yayasan pun harus diubah menjadi Badan Hukum Pendidikan. Akan tetapi, hal tersebut sebenarnya tidak sepenuhnya benar, karena Badan Hukum pendidikan (BHP) sesuai Pasal 1 ayat (1) jo. Pasal 4 ayat (1) UU No. 9 Tahun 2009 adalah badan hukum yang menyelenggarakan pendidikan formal yang pengelolaan dananya dilakukan secara mandiri dengan didasarkan pada prinsip nirlaba, yaitu prinsip kegiatan yang tujuan utamanya tidak mencari laba, sehingga seluruh sisa hasil usaha dari kegiatan badan hukum pendidikan, harus ditanamkan kembali ke dalam badan hukum pendidikan untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan. Hal ini juga dapat diperhatikan dari prinsip-prinsip dasar Pengelolaan pendidikan formal yang dituangkan Pasal 4 ayat (2) UU No. 9 Tahun 2009 secara keseluruhan oleh badan hukum pendidikan didasarkan pada prinsip:
a. otonomi, yaitu kewenangan dan kemampuan untuk menjalankan kegiatan secara mandiri baik dalam bidang akademik maupun non-akademik;
b. akuntabilitas, yaitu kemampuan dan komitmen untuk mempertanggung jawabkan semua kegiatan yang dijalankan badan hukum pendidikan kepada pemangku kepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. tranparansi, yaitu keterbukaan dan kemampuan menyajikan informasi yang relevan secara tepat waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar pelaporan yang berlaku kepada pemangku kepentingan;
d. pejaminan mutu, yaitu kegiatan sistemik dalam memberikan layanan pendidikan formal yang memenuhi atau melampaui standar nasional pendidikan, serta dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan secara berkelanjutan.
e. Layanan prima yaitu orientasi dan komitmen untuk memberikan layanan pendidikan formal yang terbaik demi kepuasan pemangku kepentingan, terutama peserta didik;
f. Akses yang berkeadilan, yaitu memberikan layanan pendidikan formal kepada calon peserta didik dan peserta didik, tanpa memandang latar belakang agama, ras, etnis, gender, status sosial, dan kemampuan ekonominya;
g. Keberagaman, yaitu kepekaan dan sikap akomodatif terhadap berbagai perbedaan pemangku kepentingan yang bersumber dari kekhasan agama, ras, etnis dan budaya;
h. Keberlanjutan, yaitu kemampuan untuk memberikan layanan pendidikan formal kepada peserta didik secara terus-menerus, dengan menerapkan pola manajemen yang mampu menjamin keberlanjutan layanan; dan
i. Partisipasi atas tanggung jawab negara, yaitu keterlibatan pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan pendidikan formal untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan tanggung jawab negara.

Satuan Pendidikan di Bawah BHP
Dengan diundangkan UU No.9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, maka setiap satuan pendidikan yang didirikan harus membentuk Badan Hukum Pendidikan. Definisi Satuan Pendidikan sesuai Pasal 1 ayat (8) jo Pasal 1 ayat (9) UU No. 9 Tahun 2009, adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelengarakan pendidikan formal (pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi). Pendiri Badan Hukum Pendidikan (BHP) dapat dilaksanakan pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang mendirikan badan hukum pendidikan. Badan Hukum Pendidikan yang didirikan oleh pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat memiliki sebutan sebagai berikut :
1. Badan Hukum Pendidikan yang didirikan oleh pemerintah adalah Badan Hukum Pendidikan Pemerintah (BHPP), yang didirikan dengan peraturan pemerintah atau usul menteri;
2. Badan Hukum Pendidikan yang didirikan oleh pemerintah daerah adalah Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah (BHPPD), yang didirikan dengan peraturan gubernur atau peraturan bupati/walikota.
3. Badan Hukum Pendidikan yang didirikan oleh masyarakat adalan Badan Hukum Pendidikan Masyarakat (BHPM) yang didirikan dengan akta notaris yang disahkan oleh Menteri.
Persyaratan Pendirian Badan Hukum Pendidikan sebagaimana diatur pada Pasal 11 UU No. 9 Tahun 2009 adalah sebagai berikut :
a. Badan Hukum Pendidikan harus mempunyai pendiri, tujuan di bidang pendidikan formal, struktur organisasi, dan kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan pendiri.
b. Jumlah kekayaan yang dipisahkan oleh pendiri sebagai kekayaan badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, harus memadai untuk biaya investasi dan mencukupi untuk biaya operasional badan hukum pendidikan dan ditetapkan dalam anggaran dasar.
c. Dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun setelah BHP Satuan Pendidikan berdiri, pendiri harus membentuk organ-organ lainnya sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 9 Tahun 2009.

Penyesuaian Tata Kelola Yayasan

Tata kelola badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan/atau menengah memiliki paling sedikit 2 (dua) fungsi pokok, yaitu
a. fungsi penentuan kebijakan umum; dan
b. fungsi pengelolaan pendidikan.
Organ badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan/atau menengah terdiri dari atas :
a. Organ Representasi Pemangku Kepentingan (ORPK); dan
b. Organ Pengelola Pendidikan (OPP).
Kemudian, Badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi memiliki paling sedikit 4 (empat) fungsi pokok, yaitu :
a. fungsi penentuan kebijakan umum;
b. fungsi pengawasan akademik;
c. fungsi audit bidang non-akademik; dan
d. fungsi kebijakan dan pengelolaan pendidikan.
Organ badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi terdiri atas :
a. Organ Representasi Pemangku Kepentingan (ORPK);
b. Organ Representasi Pendidik (ORP);
c. Organ Audit Bidang Non Akademik (OANA); dan
d. Organ Pengelola Pendidikan (OPP).
Organ representasi pemangku kepentingan badan hukum pendidikan menjalankan fungsi penentuan kebijakan umum.
1. Organ representasi pendidik menjalankan fungsi pengawasan kebijakan akademik.
2. Organ audit bidang non-akademik menjalankan fungsi audit non-akademik
3. Organ pengelola pendidikan menjalankan fungsi pengelolaan pendidikan.

Satuan Pendidikan yang didirikan dengan Yayasan
Setiap pendiri satuan pendidikan (sekolah dan perguruan tinggi) setelah diberlakukannya UU No. 9 Tahun 2009 wajib berbentuk badan hukum pendidikan. Hal ini sesuai dengan Pasal 10 UU No. 9 Tahun 2009. Bagaimana dengan satuan pendidikan yang telah diselengarakan oleh Yayasan? Apakah harus berubah menjadi Badan Hukum Pendidikan? Untuk Yayasan tidak perlu melakukan perubahan menjadi Badan Hukum Pendidikan atau dibubarkan, akan tetapi cukup melakukan penyesuaian anggaran dasar terkait organ-organ dan tata kelola yang ada di Yayasan dengan BHP, karena pada dasarnya organ-organ yang ada pada Yayasan sama dengan BHP hanya berbeda istilahnya saja, untuk Pembina dan Pengurus Yayasan sama dengan ORPK, untuk Pengawas sama dengan OANA, dan Rektor/Ketua/Direktur sama dengan OPP, serta senat akademik sama dengan ORP. Hanya saja terdapat penyesuaian terhadap tugas dan wewenangnya. Salah satu contohnya, tugas wewenang Pembina dalam Pasal 28 UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan adalah sebagai berikut :
a. Membuat keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
b. Pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawas;
c. Penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar Yayasan;
d. Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan; dan
e. Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan.
Kemudian, tugas dan wewenang ORPK sesuai Pasal 22 UU No.9 Tahun 2009 tentang BHP adalah sebagai berikut :
a. Menyusun dan menetapkan perubahan anggaran dasar dan menetapkan anggaran rumah tangga beserta perubahannya;
b. Menyusun dan menetapkan kebijakan umum;
c. Menetapkan rencana pengembangan jangka panjang, rencana strategis, rencana kerja tahunan, dan anggaran tahunan;
d. Mengesahkan pimpinan dan keanggotaan organ representasi pendidik;
e. Mengangkat dan memberhentikan pemimpin organ pengelola pendidikan;
f. Melakukan pengawasan umum atas pengelolaan badan hukum pendidikan;
g. Melakukan evaluasi tahunan atas kinerja badan hukum pendidikan;
h. Melakukan evaluasi tahunan atas kinerja badan hukum pendidikan;
i. Melakukan penilaian laporan pertanggungjawaban tahunan pemimpin organ pengelola pendidikan, organ audit bidang non-akademik, dan organ representasi pendidik;
j. Mengusahakan pemenuhan kebutuhan pembiayaan badan hukum pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
k. Menyelesaikan persoalan badan hukum pendidikan, termasuk masalah keuangan, yang tidak dapat diselesaikan oleh organ badan hukum pendidikan lain sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Maka, tugas dan wewenang Pembina di Yayasan sebagaimana disebutkan diatas disesuaikan dengan ORPK yang ada di BHP. Penyesuaian tersebut diberitahukan kepada Menteri Hukum dan Ham sebagaimana Pasal 21 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, ’’Perubahan anggaran dasar mengenai hal lain cukup diberitahukan kepada Menteri’’. Penyesuaian tersebut tidak hanya tugas dan wewenang saja, akan tetapi unsur-unsur yang duduk di dalam organ. Unsur-unsur yang duduk didalam organ pembina menurut Pasal 28 ayat (3) UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan adalah orang perseorangan sebagai pendiri Yayasan dan/atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan. Disamping itu, Pengurus dan Pengawas tidak dapat merangkap sebagai pembina atau pengawas sebagaimana Pasal 31 ayat (3) UU No. 16 Tahun 2001. Hal ini berbeda dengan ORPK dimana OPP dapat diduduk dalam ORPK. Unsur-unsur yang duduk di ORPK di dalam badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan/atau menengah meliputi paling sedikit terdiri atas :
a. pendiri atau wakil pendiri;
b. pemimpin organ pengelola pendidikan (kepala sekolah, direktur, ketua);
c. wakil pendidik;
d. wakil tenaga kependidikan; dan
e. wakil komite sekolah/madrasah.
Begitu juga Unsur-unsur ORPK di dalam badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, paling sedikit terdiri atas :
a. pendiri atau wakil pendiri;
b. wakil organ representasi pendidik;
c. pemimpin organ pengelola pendidikan (rektor);
d. wakil tenaga kependidikan; dan
e. wakil unsur masyarakat,
Hanya saja kedudukan pemimpin OPP di dalam ORPK tidak memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan. Melainkan, untuk transparansi dari pelaksanaan pengambilan keputusan ORPK. Yayasan yang telah melakukan penyesuaian disebut sebagai Badan Hukum Pendidikan Penyelenggara (BHP Penyelenggara). Perlu diketahui di dalam Yayasan sebagaimana Pasal 2 UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, terdapat organ Pembina, Pengurus dan Pengawas. Jadi satuan-satuan pendidikan yang telah berada dibawah Yayasan tidak perlu dibubarkan atau dirubah menjadi BHPM, karena Yayasan telah ada terlebih dahulu, sehingga tinggal dilakukan penyesuaian. Akan tetapi, apabila Yayasan tersebut hendak menambah satuan pendidikan, maka satuan pendidikan tersebut harus membentuk Badan Hukum Pendidikan Masyarakat terlebih dahulu (khusus yayasan yang didirikan masyarakat). Misalnya, Yayasan ABC sebelum UU No. 9 Tahun 2009 diundangkan telah memiliki lima satuan pendidikan, yakni dua sekolah dasar, dua sekolah menengah dan satu perguruan tinggi. Setelah diundangkan UU No. 9 Tahun 2009, Yayasan ABC tidak perlu berubah menjadi Badan Hukum Pendidikan, melainkan cukup melakukan penyesuaian dengan tugas dan wewenang di dalam BHP. Begitu juga dengan kelima satuan pendidikannya tidak perlu masing-masing membentuk BHPM. Pembentukan BHPM baru dilakukan, apabila Yayasan tersebut memiliki satuan pendidikan baru. Contoh lainnya adalah Yayasan Muhamadiyah yang telah memiliki 158 perguruan tinggi dan 8000 sekolah menengah dasar, tidak perlu masing-masing satuan pendidikannya dibentuk BHPM, tapi cukup dilakukan penyesuaian menjadi Badan Hukum Pendidikan Penyelengara, kecuali akan membentuk satuan pendidikan baru (setelah diundangkannya UU No. 9 Tahun 2009), maka harus membentuk BHPM baru. Bagaimana dengan Yayasan yang terlanjur dibubarkan? Satuan pendidikan yang berada di Yayasan yang terlanjur dibubarkan, harus segera mendapatkan dasar penyelengaraan dengan Badan Hukum Pendidikan Masyarakat, mengingat status ijasah para siswa didik yang dianggap tidak sah apabila pendirian satuan pendidikan tidak memiliki BHPM.

Kekayaan Badan Hukum Pendidikan
Kekayaan Badan Hukum Pendidikan pada prinsipnya adalah kekayaan pendiri yang dipisahkan laiknya modal dalam Perseroan Terbatas yang dipisahkan antara modal badan hukum dan kekayaan para pemegang sahamnya, karena pertanggungjawabannya sebatas modal yang disetor ke Perseroan sebagaimana UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hanya saja ada kekayaan pendiri yang dipergunakan BHP masih dapat dimiliki oleh pendiri, seperti halnya lahan dan/atau bangunan, sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 11 ayat 2 UU No. 9 Tahun 2009, ’’…Lahan dan/atau bangunan dapat tidak dimasukkan sebagai kekayaan yang dipisahkan oleh pendiri sebagai kekayaan badan hukum pendidikan.’’

Mekanisme Pendirian Badan Hukum Pendidikan Dasar Dan/Atau Menengah
Mekanisme Pendirian Badan Hukum Pendidikan Dasar Dan/Atau Menengah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 71 Tahun 2009 Tentang Mekanisme Pendirian Badan Hukum Pendidikan yang Menyelenggarakan Pendidikan Dasar Dan/Atau Menengah dan Pengakuan Penyelenggara Pendidikan Dasar Dan/Atau Menengah Sebagai Badan Hukum Pendidikan. Mekanisme pendirian yang diatur dalam Permen Pendidikan No. 71 Tahun 2009 adalah Pendirian BHPP, BHPPD dan BHPM. Salah satu contohnya adalah mekanisme pendirian BHPM diatur dalam Pasal 5 adalah sebagai berikut :
a. Orang atau masyarakat sebagai pendiri menyusun studi kelayakan pendirian BHPM dan rancangan akta pendirian/anggaran dasar BHPM yang terlebih dahulu dikonsultasikan dengan Notaris;
b. Studi kelayakan dan rancangan akta pendirian/anggaran dasar BHPM tersebut disampaikan oleh pendiri kepada Menteri melalui Biro Hukum dan Organisasi untuk memperoleh persetujuan;
c. Apabila studi kelayakan dan rancangan akta pendirian/anggaran dasar BHPM disetujui, pendiri pembuat akta pendirian BHPM dihadapan notaris dengan menyerahkan studi kelayakan yang telah disetujui Menteri;
d. Akta Notaris tersebut disampaikan oleh notaris kepada Menteri melalui Biro Hukum dan Organisasi untuk memperoleh pengesahan;
e. Status sebagai BHPM berlaku mulai tanggal akta notaris tentang pendirian BHPM disahkan oleh Menteri;
f. BHPM berwenang menyelenggarakan kegiatan pendidikan setelah mendapat ijin operasional penyelenggaraan pendidikan dari gubernur atau bupati/walikota berdasarkan pemenuhan persyaratan penyelenggaraan pendidikan yang ditetapkan oleh Menteri.
Pengaturan mengenai isi dari studi kelayakan diatur dalam Pasal 6 Permen Pendidikan Nasional No. 71 Tahun 2009. Kemudian, untuk penyesuaian Yayasan yang telah ada sebelum UU No. 9 Tahun 2009 ada terhadap BHP dilakukan dengan pengakuan. Mekanisme pengakuan diatur dalam Pasal 11 Permen Pendidikan Nasional No. 71 Tahun 2009 sebagaimana berkut :
a. Penyelenggara menyusun rancangan perubahan akta pendirian/anggaran dasar, khusus bagian tata kelola penyelenggara untuk disesuaikan dengan tata kelola penyelenggara untuk disesuaikan dengan tata kelola badan hukum pendidikan, yang terlebih dahulu dikonsultasikan dengan notaris atau pejabat yang berwenang membuat aktanya;
b. Rancangan perubahan akta pendirian/anggaran dasar tersebut disampaikan oleh penyelenggara untuk mendapatkan persetujuan Menteri melalui Biro Hukum dan Organisasi;
c. Apabila rancangan perubahan akta pendirian/anggaran dasar disetujui, penyelenggara mengubah akta pendirian dihadapan notaris atau pejabat yang berwenang membuat aktanya;
d. Perubahan Akta pendirian/anggaran dasar yayasan tersebut diberitahukan oleh notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Perubahan akta pendirian/anggaran dasar badan hukum lain selain yayasan diberitahukan oleh notaris atau pejabat yang berwenang membuat aktanya kepada menteri yang berwenang ats badan hukum tersebut;
e. Foto copi sesuai asli surat tanda terima pemberitahuan tentang perubahan akta pendirian/anggaran dasar yayasan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan foto kopi sesuai asli surat tanda penerimaan pemberitahuan tentang perubahan akta pendirian/anggaran dasar badan hukum lain selain yayasan atau perkumpulan dari menteri yang berwenang atas badan hukum lain selain yayasan tersebut disampaikan oleh notaris atau pejabat yang berwenang membuat aktanya kepada Menteri melalui Biro Hukum dan Organisasi.
Sedangkan, untuk mekanisme Pendirian Badan Hukum Pendidikan untuk Perguruan Tinggi, diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Mekanisme Pendirian Badan Hukum Pendidikan, Perubahan Badan Hukum Milik Negara atau Perguruan Tinggi, dan Pengakuan Penyelenggara Pendidikan Tinggi sebagai Badan Hukum Pendidikan.

Peluang Bagi Notaris
Keberadaan UU BHP ini sebenarnya peluang bagi Notaris didalam pembuatan Akta BHP, karena tidak menutup kemungkinan permintaan masyarakat didalam pembuatan akta pendirian BHP meningkat. Hal ini dikarenakan masyarakat mengharapkan pengelolaan pendidikan yang mandiri dan transparan dengan wadah BHP. Disamping ada kewajiban untuk menyesuaikan tata kelola Yayasan dengan BHP Penyelenggara. Oleh karena itu, pengetahuan yang mendalam mengenai BHP sangatlah penting bagi Notaris untuk meningkatkan kualitas akta.

Tidak ada komentar:

Google
 
Web www.notariatwatch.tk